Klakson Series (2): Kalighat Tempat Orang Sekarat Menemukan Cinta


Oleh: Prasetyo Nurhardjanto

Pengantar: Klakson adalah catatan pribadi saya selama di Kalkuta. Dipilih kata klakson karena kota ini riuh sekali dengan suara klakson. Itu akan saya anggap sebagai suara yang menggembirakan, yang menceritakan pengalamatan saya di kota ini. Sebagai tulisan pribadi, saya mohon maaf jika ada yg kurang berkenan. Selamat membaca.

*****

Not all of us can do great things. But we can do small things with great love (Mother Teresa)

 Menyusuri jalanan di Kolkata, kita akan melihat banyak sekali gelandangan tidur beratap langit. Mereka hidup dari mengemis dan tidur beralaskan jalanan. Sebagian dari mereka ditampung di Rumah Ibu Teresa di Kalighat. Usai mengikuti Misa harian, para relawan menyantap roti, teh susu dan pisang sebagai sarapan. Setelah briefing pembagian tugas, kami berpisah. Saya berlima menuju Kalighat, menggunakan bis bertarif sembilan Rupee.

Hari ini lalu lintas Kalkuta lumayan lancar sehingga kami bisa mencapai sana dalam 30 menit. Tegas dalam peraturan bahwa relawan tidak boleh mengambil gambar suasana di dalam panti. Hal itu agar kenyamanan penghuni tidak terganggu. Karena itu, beberapa photo di bawah ini saya ambilkan dari Google. Kami bertugas mencuci pakaian dan sprei mereka. Kain-kain itu masuk dalam bak air besar, kami cuci dalam 3x bilasan. Terakhir di masukan dalam mesin pengering sebelum dijemur. Pakaian atasan, bawahan, sprei dan sarung bantal sebanyak 100 buah. Hmmm..lumayan berat juga buat orang yang sudah lama tidak mencuci pakai tangan. Kami mengerjakan itu bersama-sama dan saking panasnya langit Kalkuta, hanya dijemur 30 menit semua sprei dan sarung bantal sudah bisa kering dan kami lipat. 

Usai mencuci, kami kembali diberi waktu istirahat 15 menit untuk minum teh dan biskuit. Lalu layanan berikutnya menemani para penghuni rekreasi. Ada yang mewarnai, bernyanyi, dan menyusun Lego sederhana. Dalam ruangan berlantai tiga itu semua kegiatan dilakukan. Teradapat Kamar tidur, ruang makan, kamar mandi, klinik, ruang cuci, ruang tamu bahkan kamar jenasah! Maklum saja, hampir setiap hari ada yg meninggal di Kalighat.

Setelah itu tiba waktu makan. Porsi makan mereka sangat besar. Menu hari ini adalah sayur kentang dan kepala ikan yang dimasak dengan santan. Mereka berdoa menggunakan bahasa lokal yang intinya rasa syukur. Melayani makan siang mereka, perlu kesabaran. Ada yang makanan sengaja dibuat berantakan, ada yang manja minta disuapin, ada yang pura-pura belum dapat agar diberi lagi. Begitulah, mereka adalah orang-orang yang telah sekian lama tidak merasakan dicintai.

Mungkin terbaca tidak hebat, melayani dangan cara mencuci pakaian, bermain, menyiapkan makanan. Tetapi kami semua melakukan itu penuh suka cita.
Dimulai dengan berjalan kaki menuju Mother Teresa House untuk Misa pada pukul 05.30 pagi, pelayanan hari ini berakhir pukul 12.00. Bersama Chan, relawan asal Cina saya kembali ke hotel menggunakan MRT tanpa AC bertarif 5 Rupee (Rp 1,000).


****

Melayani di Panti Santa Teresa adalah panggilan. Sama seperti bacaan Injil hari ini dimana Yesus makan dengan Matius si pemungut cukai, panggilan itu bukan untuk orang hebat dan sempurna. Kita yang penuh dosa yang akan selalu dipanggil untuk melayani.

 

Editor: Brian Prasetyawan

 

Woiii, umat Paroki Servatius. Kalo pada punya berita apa kek, poto apa kek, kegiatan apa kek, mao nyang lingkungan, apa nyang kategorial bisa ditongolin di media, kirim aja ke : parokisantoservatius@gmail.com