Pak Pras Menemukan Makna Misi Sebenarnya di Kalkuta, India
Seorang awam Katolik ini melakukan perjalanan ke India untuk mengikuti jejak Bunda Teresa - Foto :
Seperti kita ketahui, Paus menetapkan Oktober 2019 sebagai bulan Misi. Salah satu pengalaman Pak Prasetyo Nurhardjanto di Kalkuta bulan lalu menjadi sebuah kisah misi yang diangkat oleh UCA News. Pak Pras adalah umat lingkungan St. Ignatius Jorjes dan salah satu anggota DPH Paroki kita.
Semoga kisah pak Pras juga menjadi inspirasi misi-misi kemanusian kita, sesuai panggilan kita masing-masing
Paulinus Prasetyo Nurhardjanto mengisahkan bahwa ia kala itu masih beragama Islam dan berusia sekolah, ketika dia terinspirasi oleh karya Bunda Teresa terhadap kaum miskin di Kolkata, India.
“Saya sedang menonton siaran berita televisi di mana Bunda Teresa menceritakan tentang pekerjaan amalnya. Saat itu entah mengapa, saya berkata pada diri sendiri bahwa saya akan pergi ke sana suatu hari dan membantu mereka di sana, '"kata Prasetyo. Ia menambahkan bahwa ia dan keluarganya akhirnya menaruh minat besar pada agama Katolik dan kala itu ia akhirnya dibaptis menjadi seorang Katolik pada usia 12 tahun. .
“Bunda Teresa menginspirasi saya. Ketika saya melihatnya pertama kali di televisi, saya tahu bahwa dia adalah wanita yang luar biasa, ”katanya.
Tekadnya untuk pergi ke Kolkota melekat terus dalam benaknya sampai puluhan tahun , sebelum akhirnya dia mendapatkan kesempatan untuk memenuhi keinginannya untuk membantu orang yang menderita di kota Kolkata.
Pengalamannya itu terjadi tepat sebelum Bulan Misionaris Luar Biasa (Oktober 2019), yang diumumkan oleh Paus Fransiskus untuk merayakan peringatan 100 tahun surat kerasulan Paus Benediktus XV, Maximum Illud, tentang penyebaran iman di seluruh dunia, yang diterbitkan pada 30 November 1919.
Pada bulan September 2019 lalu, ayah dari seorang anak perempuan berusia 14 tahun ini berangkat ke Kolkata, di negara bagian West Bengal India selama 10 hari untuk bekerja secara sukarela di sebuah rumah bagi kaum melarat yang dikelola oleh Missionaries of Charity. Rumah Hati Murni, atau Nirmal Hriday, adalah sebuah panti untuk orang sakit dan bahkan sudah sekarat yang didirikan oleh Bunda Teresa. Prasetyo menghabiskan waktunya di sana untuk membersihkan rumah, mencuci pakaian dan bed cover pasien, mencuci piring, memandikan dan memberi makan pasien, serta membawa mereka ke rumah sakit terdekat.
Dia mengatakan pengalamannya mengingatkan dia akan ayat-ayat Alkitab dari Injil Matius.
“Saya melihat 'Yesus' pada pasien: Yesus yang lapar dan haus, Yesus yang membutuhkan pakaian,” ujar awam Katolik itu, yang sekarang juga melayani sebagai salah satu pengurus di Paroki St. Servatius di Bekasi, dekat ibukota Indonesia, Jakarta.
Misinya di Kolkota bukanlah cita-cita pertamanya dalam pekerjaan misionaris. Pada Oktober 2018, ia juga membantu para korban gempa bumi mematikan yang mengakibatkan tsunami dengan gelombang setinggi tiga meter yang menghantam Pulau Sulawesi pada 28 September 2018. Ia menghabiskan 12 hari di kota Palu, provinsi Sulawesi Tengah, sebagai sukarelawan yang membantu untuk mendistribusikan bantuan kepada para korban.
Kala itu, ada sekitar 832 orang tewas akibat gempa berkekuatan 7,4 dan tsunami, yang juga menyebabkan lebih dari 580 orang terluka dan memaksa lebih dari 16.700 lainnya mengungsi dari rumah mereka. “Rasanya seperti ada seseorang berbisik kepada saya dan menyuruh saya pergi ke sana dan membantu mereka. Saya tidak bisa mengabaikan itu, ”kata Prasetyo.
Selain menjadi sukarelawan, Prasetyo juga pernah penggalang dana yang produktif dari pendakian solonya ke Everest Base Camp di Nepal, tahun lalu untuk mengumpulkan uang bagi pasien kanker anak. Dia mengatakan bahwa upaya itu, selain menggembirakan juga berhasil mengumpulkan sekitar US $ 2.300 untuk anak-anak.
Selain itu, Prasetyo juga aktif membantu orang dengan menjadi pendonor darah sejak 1989, dan pada 2016 dia menerima Penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Presiden RI setelah berdonor darahnya lebih dari 100 kali. “Semua yang saya lakukan adalah cerminan dari misi yang telah Tuhan persiapkan bagi saya. Untuk apa saya dipanggil [sebagai seorang Katolik] di dunia ini? "Kata Prasetyo, yang juga salah satu wakil ketua Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) ini.
"Semua yang saya lakukan dalam hidup hanyalah wujud dari panggilan Tuhan."
Sumber: https://www.ucanews.org/news/indonesian-convert-finds-true-meaning-of-mission/86322
Woiii, umat Paroki Servatius. Kalo pada punya berita apa kek, poto apa kek, kegiatan apa kek, mao nyang lingkungan, apa nyang kategorial bisa ditongolin di media, kirim aja ke : parokisantoservatius@gmail.com