Tidak Perlu Teriak "Saya Pancasila", Merawat Komitmen Pada Pancasila
Seksi HAAK dan Seksi Kerawam Paroki Servatius menyelenggarakan Workshop dengan tema "Merawat Komitmen Pada Pancasila". Acara ini juga didukung oleh Seksi Komsos, OMK Servatius, dan WKRI. Workshop ini berlangsung pada Minggu 18 Juni 2017 di Aula SMA Pangudi Luhur II Servasius. Sejak pukul 10.00, peserta workshop berdatangan dengan menggunakan pakaian merah ada juga yang berpakaian putih.
Terdapat tiga narasumber yang hadir pada acara ini. Pertama, ada Mayjen TNI Purn. Imam Maksudi dari Lemhanas. Lalu Justina Rositawati. Beliau merupakan ketua umum DPP WKRI dan pernah berkecimpung di Komnas Perempuan serta pernah sebagai peneliti di Unika Atma Jaya. Terakhir yaitu Eko Praptanto yang sudah tidak asing bagi umat St. Servatius. Beliau anggota FKUB Kota Bekasi.
Melihat tema workshop ini, mungkin terbesit dalam pikiran kita kalau acara ini sebagai bentuk latah karena ditengah isu renggangnya persatuan, banyak kegiatan dengan tema serupa. Namun hal itu dibantah oleh Pras selaku ketua panitia. "Workshop ini bukan kelatahan yang timbul karena isu yang sedang hangat akhir-akhir ini. Namun memang sebagai bentuk kesadaran kita untuk merawat pancasila," ujar Pras.
Acara ini dibuka oleh Romo Widyoko. Dalam sambutannya, Romo Wid menyampaikan bahwa dalam kehidupan menggereja, dan bermasyarakat KAJ merasa ada yang kurang yakni terkait menjabarkan dan mengamalkan nilai Pancasila. "Acara ini diharapkan membangkitkan semangat nilai pancasila di masyarakat. Di samping itu harus menghasilkan gerakan yang nyata," kata Romo Wid.
Pras yang juga ketua seksi HAAK, bertindak sebagai moderator. Sebelum narasumber pertama berbicara, terdapat pengalungan sarung kepada tiga narasumber oleh Romo Wid.
Narasumber pertama yaitu Pak Imam. Beliau mengawali materinya dengan menunjukkan bahwa globalisasi membawa dampak positif dan negatif. Perlu diperhatikan untuk dampak negatifnya yaitu ketakutan, rasa tidak percaya, mementingkan kepentingan kelompok, dan lain sebagainya. Pak Imam juga menjelaskan bahwa tidak perlu berteriak-teriak "Saya Pancasila" untuk menunjukkan diri seorang yang pancasilais. Atau menggunakan simbol Pancasila disana-sini. Beliau menekankan agar kita mengamalkan nilai pancasila. Nilai-nilai itu adalah religius, kekeluargaan, keadilan, kerakyatan, dan keselarasan.
Beliau membuka pandangan bahwa tidak saja kalangan mayoritas, tapi kalangan minoritas juga kerap berprasangka buruk terhadap kalangan lain. Dalam kata lain, melihat orang lain sebagai saingan. Itu contoh sikap yang membuat luntur pengamalan nilai pancasila. Padahal seharusnya kita melihat orang lain sebagai saudara.
Ibu Justina sebagai narasumber kedua lebih menjelaskan kepada sejarah dan peran serta WKRI dalam kehidupan masyarakat. WKRI memiliki gagasan program nasional yang diterapkan di keluarga, lingkungan, dan masyarakat. Program tersebut diantaranya pendidikan budi pekerti dalam keluarga, mengenal pola dan gaya hidup sederhana serta ramah lingkungan, serta menghormati dan mencintai kehidupan setiap orang.
Setelah paparan dari kedua narasumber tersebut, terdapat sesi tanya jawab. Para peserta cukup antusias bertanya dan ada yang berpendapat. Setelah sesi tanya jawab, dilanjutkan narasumber ketiga.
Pak Eko menjelaskan kegiatan lintas agama yang sudah berlangsung dari tahun ke tahun di Kampung Sawah. Beliau juga menginformasikan bahwa akan dibuat sebuah monumen di Kampung Sawah. "Nanti akan dibuat monumen, tapi belum dipastikan namanya monumen pancasila atau monumen persaudaraan", ujar Eko.
Komunitas Suara Kampung Sawah (SKS) juga tidak luput dalam paparannya. Beliau menjelaskan sepak terjang komunitas tersebut dan juga menunjukkan perwakilan SKS yang hadir pada acara ini. Pak Eko juga menjelaskan bahwa di Kampung Sawah ada titik-titik kalangan radikal. "Sungguh berbahaya jika anak usia PAUD sudah dirasuki ajaran yang salah, diajarkan membenci orang lain. Karena anak usia tersebut belum terbentuk pemikiran logisnya tapi sudah terbentuk otak emosinya", jelas Eko. Ajaran yang salah tersebut pun bisa saja diserap begitu saja oleh anak-anak.
Maka Pak Eko mengajak peserta untuk bergerak. Menginisiasi suatu kegiatan di masyarakat sehingga setiap individu mampu berbaur dalam keragaman. Untuk mewujudkan itu, para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok. Mereka diminta saling sharing pengalaman dan menyampaikan ide untuk membuat kegiatan kebersamaan di masyarakat. Setiap kelompok didampingi oleh satu pengurus HAAK. Setelah itu, setiap pendamping kelompok memaparkan ide kegiatan yang berhasil dihimpun. (RBP)
Woiii, umat Paroki Servatius. Kalo pada punya berita apa kek, poto apa kek, kegiatan apa kek, mao nyang lingkungan, apa nyang kategorial bisa ditongolin di media, kirim aja ke : parokisantoservatius@gmail.com